Kamis, 17 Maret 2011

Night After Days

“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang. Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya…”

Vincent memandang pria berkulit gelap di depannya. Sebuah tuxedo membalut tubuhnya yang tampak terlalu tua. Tongkat kayu oak gelap dengan ukiran ular berkepala dua yang melilitnya menjadi tumpuan tangannya yang dipenuhi keriput.



“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku. Gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku…”

Vincent mencabut Behemoth, rapier berwarna keperakan miliknya dengan lambang ordo Florence di pangkalnya. Nampak oleh Vincent, aura di sekitar pria itu semakin gelap.

“Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku. Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak, pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku...”

Doa itu menguatkan hati Vincent. Dia tak ingin membuang waktu. Dilangkahkan kakinya menghampirinya pria itu. Vincent dapat melihat bayangan yang membias dari tubuh di depannya. Bayangan sebuah Iblis.

Para musuh Tuhan...

Catedral Demone Agguato

Vincent de Florence, pemimpin Centurione Servo di Dioyang selama sepuluh tahun ini telah membela bumi dan Kerajaan Surga dari gempuran Demone Esercito, bala tentara iblis yang dipimpin Memphisto Felles. Vincent adalah ketua dari Ordo Ksatria Florence, ordo yang paling disegani di Centurione Servo di Dio. Tentara mereka selalu berada di garis depan dan selalu berhasil memukul mundur gempuran musuh. Jasa Vincent sangat besar bagi Kekaisaran Lutheria. Dia memiliki gelar bangsawan dengan kasta tertinggi dan semua wewenang mengendalikan kekuatan militer Kekaisaran. Dialah panglima utama Lutheria dan tangan kanan Kaisar Cordelia de Celestyn sendiri, yang sebenarnya masih terlalu muda untuk memerintah.

Perang dengan Demone Esercito yang sudah berlangsung hampir dua puluh tahun kini hampir mendekati klimaksnya. Pasukan iblis dengan liciknya berhasil menemukan jalur tersembunyi untuk mendekati Demone Agguato. Di katedral terpencil ini, Keuskupan Ortodhox menyembunyikan Satana Artefatti, kunci untuk membangkitkan lagi Lucifer The Fallen dari kematiannya. Kunci itulah benda yang diinginkan Memphisto Felles selama ini. Kunci yang mampu mewujudkan semua cita-citanya.

Dan sekarang mereka berdua berhadapan. Seiring dengan tatapan mata birunya yang tajam, langkah Vincent begitu cepat mendekati Felles. Behemoth di tangannya menyala merah karena hawa iblis yang dipancarkan musuh. Bilahnya yang tajam menghampiri leher Felles yang terlihat begitu rapuh dengan kecepatan tinggi. Tapi tubuh tua itu tidak lamban. Felles menangkis serangan Behemoth dengan tongkatnya.

Sebuah tabrakan kekuatan antara Cahaya dan Kegelapan menghancurkan katedral tempat mereka bertarung. Kursi-kursi dan segala benda disana berhamburan dan hancur berantakan. Vincent mencoba mundur sambil mengambil ancang-ancang. Felles tersenyum keji.

“Sangat mempesona. Tak heran, Cordelia begitu kagum pada Anda”, ucapnya sinis.

“Jangan sebut nama Yang Mulia dengan mulut ularmu yang lancang!” teriak Vincent. Satu lagi tebasan dari Behemoth. Felles menangkis serangan itu dengan tongkatnya. Vincent mengambil ancang-ancang dan mencoba menebas dari sisi berbeda. Tapi mata kelam Felles begitu waspada. Dia menangkis lagi serangan lawan. Vincent mencoba lagi dari sisi yang lain. Felles masih mampu memperhatikan gerakan Vincent sambil terus tersenyum. Dia berhasil menangkis semua serangan dari Behemoth.

“Hanya begini, kekuatan dari panglima nomor satu Lutheria?”

Vincent tidak berhenti. Tawa mengejek Felles tidak menyudutkan dirinya. Dia mencoba menyerang dengan gerakan yang lebih cepat. Sapuan bilah tajam Behemoth menghantam pangkal tongkat Felles. Tenaga dorong yang lebih laju membuat pria tua itu terdorong ke belakang.

“Urgh…!”

Ini pertama kalinya Felles cemberutseakan ada sesuatu yang mengganggu harga dirinya. Vincent tersenyum mencemooh. Dia menghantamkan lagi Behemoth. Felles yang terganggu konsentrasinya tidak sempat menghindar. Tuxedo hitam miliknya jadi korban. Satu serangan lagi. Sebuah tusukan menghantam lengan Felles. Darah hitam menjijikkan muncrat dari mulutnya saat Vincent menendang dadanya dan membuat tubuh renta itu terhempas ke altar.

Vincent mengambil nafas dengan mundur lagi ke belakang. Felles tampak sangat geram mendapatkan perlakuan ini. Dia memandang pria muda di depannya dengan kekesalan yang seakan tak berkesudahan. Taring-taringnya yang tajam dipamerkannya melalui seringai yang begitu mengerikan. Bola matanya yang hitam dan pupil yang merah melotot menatap Vincent. Keriput-keriput di mukanya tampak semakin jelas.

“Kau memaksaku melakukan ini, Anak Manusia!”

Vincent bisa memperhatikan bagaimana tangan pria tua itu bergetar. Ukiran ular di tongkatnya tiba-tiba hidup dan bergerak merambati tangan Felles. Sebuah gelombang hitam yang muncul dari lantai Katedral mengiringi gerak ular tadi dan membungkus tongkat itu.

Perlahan tapi pasti, tongkat kayu itu berubah menjadi pedang dengan bilahnya yang berwarna gelap pekat. Sementara matanya yang terus melotot garang, urat-urat nadi di sekitar kepalanya bermunculan. Tangannya yang renta tiba-tiba berotot dan menampilkan bentuk yang menakutkan dengan kuku hitam panjang di setiap sisinya. Seringainya semakin tajam dengan taring-taring yang semakin panjang. Tiba-tiba sesuatu menyobek tuxedo di bagian punggungnya dan tersibak ke udara bebas. Sebuah sayap kelelawar di punggung kirinya.

Vincent terpana. Meskipun sudah menduga ini yang akan terjadi, dia tetap terkejut melihat wujud separuh iblis dari Memphisto Felles untuk pertama kalinya. Behemoth di genggamannya bersinar semakin merah, menandakan aura iblis di depannya semakin kuat.

“Akan kutunjukkan padamu, kekuatan seorang Count!” raung Felles. Diarahkan lengan kirinya ke langit-langit. Tiba-tiba atap katedral hancur berantakan. Dikibaskan sayap di punggung kirinya, Felles membumbung tinggi ke langit.

Vincent menjejakkan kakinya. Dia melompat menyongsong Felles yang melayang di atas sana. Di ketinggian empat puluh meter dia berhasil menghampiri iblis itu sambil mengibaskan Behemoth. Namun Felles yang sekarang lebih lincah dan cepat. Dia menghantamkan terlebih dahulu Astaroth, pedang hitam besar yang digenggamnya. Vincent menangkis serangan itu.

Dia lalu mengambil gerakan memutar menyongsong sisi kiri musuh yang tak terjaga. Tapi gagal. Felles berhasil mengambil alih situasi. Gerakannyayang begitu cepat berhasil mengambil ruang kosong di depan lawan. Vincent terkejut. Dia tidak siap mematahkan serangan Felles. Tebasan Astaroth hampir menusuk leher depannya seandainya Behemoth tidak membelokkan jalur pedang musuhnya ke arah kiri. Vincent menggeram disambut senyum sinis Felles dan hantaman dari kaki kirinya. Darah segar keluar dari mulut Vincent. Tendangan itu membuattubuhnya terseret gravitasi dan menghujam atap katedral.

“Hahahaha…! Manusia sepertimu ingin melawanku?” Felles tertawa penuh penghinaan sambil mengibaskan pedang hitamnya ke arah Vincent. Sebuah gelombang tenaga yang keluar dari tebasan pedang itu menghantam tempat Vincent jatuh. Dalam sekejap atap Katedral hancur berantakan. Vincent berlari menyusuri tepian atap Katedral. Kibasan-kibasan Astaroth semakin menjadi-jadi. Katedral itu porak poranda dan tak berbentuk lagi. Vincent harus membaur dengan pasukannya yang tengah mati-matian dengan tentara iblis.

“Apa kau ingin jadi pecundang, Vincent? Bersembunyi diantara tumpukan mayat pasukanmu sendiri?” teriak Felles. Siluet tubuhnya melayang menutupi sinar purnama merah. Dia mengarahkan Astaroth ke arah medan pertempuran itu. Sebuah bola energi hitam besar mengumpul di ujung pedang. Sepersekian detik kemudian, bola itu menghempas ke arah kerumunan prajurit yang sedang bertarung. Ke tempat dimana Vincent sedang mengambil nafas untuk kembali menyerang.

Sebuah ledakan yang sangat besar mengubah warna langit di atas Demone Agguato menjadi semerah darah. Tanah di bawah Felles membara menjadi lautan api. Tidak ada yang tersisa dari ledakan itu selain tumpukan mayat dan kobaran api yang tak berhenti. Felles tertawa riang saat sebuah benda yang sangat dia kenal baik mencuat dari sela-sela reruntuhan katedral.

Satana Artefatti.

***

Catedral Saint Benedict, Holy City of Mystia, Lutheria Empire

“Father Bernini…”

“Father Salomus!”

Salomus duduk di samping pria itu. Bernini menutup Alkitabnya.

“Pasukan Florence gagal.Count Felles sudah mendapatkan kuncinya. Tak perlu waktu lama untuk kebangkitan Figlio del Diavolo, Lucifer.”

Bernini tepekur. Dipegangnya jidat yang sudah dipenuhi keriput dan uban.

“Apa Vincent selamat?”

“Tidak. Beliau meninggal dunia dalam pertempuran.”

Bernini menghela nafas panjang. Disandarkan tubuh tuanya ke bangku.

“Sesuai yang kita harapkan, bukan? Father Salomus?” ucapnya. Matanya melirik sinis ke arah Salomus dengan seringai tawa yang tersembunyi. Salomus paham maksudnya. Tapi Bernini bisa melihat keraguan di hati saudaranya.

“Sudah lima puluh tahun sejak Kaisar Fallon de Frederick memimpin Kekaisaran, dia memisahkan wewenang keuskupan dengan negara. Aturan ini terus berlaku hingga penerusnya Cordelia”, Bernini berdiri. Dia melangkah perlahan menuju altar diikuti Salomus.

“Akibatnya, Ortodhox tidak lagi memiliki kekuatan mengatur negara. Lutheria terancam menjadi kekaisaran kafir yang sudah melupakan Perintah Surga. Tapi kini, kita bisa mengembalikan semua wewenang Keuskupan dengan mempengaruhi kaisar wanita lemah itu. Tentu saja apabila Vincent de Florence disingkirkan terlebih dahulu!”

“Tapi… kehancuran Ordo Florence membuat kita kehilangan salah satu pasukan terbaik kita menghadapi Demone Esercito. Lagipula, Vincent adalah yang terbaik dan Felles sudah memegang kuncinya.”

“Jangan kuatir!” tukas Bernini tersenyum. Sebuah derap langkah kaki dari arah belakang mereka mengejutkan Salomus. Seorang pria berambut putih panjang dengan baju besi perak berdiri tegak di pintu masuk. Wajahnya yang putih pucat dengan mata merah darah menyeringai seram kepada Salomus dan Bernini.

“Perkenalkan, Ksatria Faust de Rossea! Dia yang akan menggantikan posisi Vincent. Dia punya cara untuk merebut kembali kunci dan mewujudkan cita-cita Keuskupan kita!”

Ksatria itu mengangguk hormat. Salomus masih memandangnya ragu.

***

Dunia tak berujud. Hanya ada kegelapan hitam pekat mengisi kekosongan yang seakan tak bertepi. Itu yang Vincent rasakan pertama kali saat dia siuman. Dia mendapati tubuhnya terpancang di sebuah besi dingin berbentuk salib. Masing-masing lengan dan kakinya terikat oleh kawat berduri yang sangat menyakitkan. Vincent mendapati salib itu dipancang terbalik. Sebuah rantai besi besar yang tidak diketahui asalnya menancap di kaki salib dan menahan benda itu untuk tetap tergantung. Tiga buah rantai yang lebih kecil, melingkar di sepanjang leher Vincent dan menahan pundaknya agar tidak lepas dari dekapan erat salib di belakangnya. Tubuhnya penuh memar dan luka. Vincent merintih kesakitan.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki. Sosok berjas hitam dengan rambut cepak rapi muncul dari balik kegelapan. Wajahnya begitu pucat dengan seringai keji yang mengingatkan Vincent kepada Felles. Dia melangkah pelan mendekati Vincent dengan kakinya yang seakan menjejak udara kosong. Dalam jarak satu meter, Vincent bisa mengenal dengan sangat jelas pria di depannya.

“Pangeran Beelzebub…”

“Vincent de Florence”, jawabnya. Sorot merah matanya tidak berpaling sedetikpun dari wajah Vincent.

“Ksatria Surga dan pelindung terkuat Kekaisaran Suci Lutheria… telah jatuh! Jiwanya terkurung dalam dunia kegelapan milik musuhnya sendiri. Disandera dan dihinakan dalam salib terbalik, tersiksa hingga Hari Pengadilan!”

Vincent tidak menyahut.

“Dan sekarang ayahku telah mendapatkan apa yang sangat dia ingin-inginkan. Tinggal menunggu waktu sampai pasukan iblis menemukan peristirahatan Lucifer dan membukakan jalan bagi mereka ke Surga. Mungkin seminggu paling lama.”

Vincent menatap wajahnya. “Apa maumu?”

“Aku ingin mengajukan penawaran kepadamu, Ksatria!”

“Aku tidak sudi bernegoisasi dengan Iblis!”

“Kau takkan menolaknya. Aku menawarkan kekuatan kegelapan yang tak terbatas padamu, Tuan Vincent. Untuk membalaskan kekalahanmu pada ayahku!”

Vincent mengernyitkan dahi.

“Ayahku, Memphisto Felles, sudah terlalu tua untuk memimpin Kerajaan Kegelapan ini. Kini waktunya aku menggantikan posisinya. Dan kau tahu? aku tak ingin terlihat memberontak di depannya. Karenanya aku disini ingin membuat perjanjian denganmu. Aku akan membebaskanmu dan memberimu kekuatan yang tak ada tandingannya. Sebagai imbalannya, kau akan mengalahkan ayahku dan mengurungnya disini seperti yang dia lakukan saat ini padamu, bagaimana Vincent?”

“Dan aku menjadi budak kegelapanmu untuk selamanya?”

Beelzebub tertawa menyeringai. “Aku tidak seperti ayahku, Vin. Aku tidak ingin mengikat perjanjian konyol yang mengharuskanmu menjadi budakku selamanya. Bagaimana?”

“Aku menolak”, ucap Vincent sambil memalingkan wajahnya. “Aku hanya akan mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan dan Kerajaan Surga!”

Beelzebub membalas ucapan Vincent dengan tatapan yang sangat mengerikan. Seringai tawanya berubah menjadi begitu sinis dan keji. Dihampirinya pria itu dan dipegangnya erat-erat wajahnya. Vincent berusaha tegar ketika kedua tangan putra iblis di depannya seakan hendak meremasnya.

“Kau kira aku tidak tahu kalau sikapmu itu begitu munafik, Tuan Vincent?!” ucapnya pelan. “Bukan nama Tuhan yang ada dalam hati terdalammu, bukan Kerajaan Surga, dan juga bukan Lutheria atau Orthodox!” Beelzebub menatapnya sambil mendelik seakan bola mata berwarna merah itu hendak keluar dari tempatnya. “Tapi… Cordelia de Celestyn, bukan?”

Beelzebub merasakan tatapan mata pria di depannya berubah. Seringainya menandakan bahwa ucapannya benar. Vincent tidak berkata apa-apa.

“Kekaisaran akan jatuh dan gadis kecilmu akan mati dalam usia sembilan belas tahun sementara kau hanya merintih dan berdoa sia-sia disini”, tukas Beelzebub sambil melepaskan dekapan tangannya.

“Kalau kau berubah pikiran, panggil aku!”

Dia melangkah menjauh. Vincent memperhatikan tubuh itu mulai terbalut kegelapan. Dia memejamkan mata. Berpikir keras. Ucapan Beelzebub tidak salah. Mungkin benar, selama ini hanya keselamatan Cordelia yang ada dalam pikirannya.

“Pangeran, tunggu!”

Mata merah itu bersinar dalam kegelapan. Vincent mendengar tawanya yang mendesis.

“Berikan aku kekuatan itu. Akan kuantar kepala Memphisto Felles ke tempat ini!”

“Aku gembira kau menerima tawaranku, Vincent de Florence!” ujarnya senang. Tawanya yang membahana seakan hendak membelah kelamnya Dunia Kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar